Kamis, 20 November 2008

Meruang dalam GKM Kampoeng Tempoe Dulu

Teori Arsitektur 01
Group A,Tahun Ajaran 2008-2009
Jurusan Arsitektur / Fakultas Teknik / UKDW
Nama : Adimas Kristiadi
NIM : 21081242



Perasaan dan pandangan meruang saya pada saat GKM ( Gelar Karya Mahasiswa ) di Atrium UKDW yang diadakan oleh panitia gabungan anak fakultas Arsitek tanggal 27 sampai 29 Oktober 2008 dengan tema “Gelar Karya Mahasiswa Kampoeng Tempoe Dulu” sebagai peringatan Dies Natalis ke 46, menurut saya keseluruhannya sangat menarik. Dengan tema seperti diatas, dekorasi dan properti yang disajikan dalam Gelar Karya Mahasiswa sangat sesuai dan cocok. Mulai dari dekorasi bagian depan atau muka hingga bagian dalam dekorasi, semuanya menyuguhkan nuansa kampung tempo dulu.
Pada bagian depan atau muka yang merupakan bagian yang paling pertama ditemui dan dirasakan oleh pengunjung GKM, sangat menunjukkan sekali suasana pedesaan. Itu dikarenakan adanya suatu nuansa yang kental sekali alam, yaitu pohon. Dalam benak saya yang muncul pertama kali saat melihat dekorasi tersebut adalah kata “ WAH ”. Mengapa “wah”..?? Itu dikarenakan saya kagum dan terkesan sekali akan usaha panitia sehingga menyuguhkan sesuatu yang sangat menarik perhatian di tempat itu.
Tidak hanya bagian depan atau muka saja, desain pagar bambu yang rapi juga mengiringi kita saat kita masuk ruang pameran. Perasaan ingin tahu pun menjadi muncul dan hatipun menjadi bertanya – tanya apa yang akan ditemui selanjutnya dalam pameran tersebut.
Hal yang paling menggugah perasaan saya saat masuk ke dalam pameran adalah adanya 3 buah gubuk yang terbuat dari bambu. Dengan dekorasi yang seperti itu, kampung tempo dulu terasa benar – benar pindah dan benar – benar ada di Atrium UKDW. Lebih kagumnya lagi, ternyata gubuk bambu yang mempunyai ukuran paling besar diantara gubuk lainnya merupakan tempat berkumpul teman – teman dan dapat digunakan sebagaimana mestinya gubuk dibuat. Saya pun ikut berkumpul dan ikut bercanda ria di gubuk tersebut. Rasa penat dan lelah yang ada dalam pikiran pun untuk sementara digantikan dengan rasa damainya pedesaan.
Rumput – rumput dan daun – daun bambu kering yang tersebar di lantai Atrium UKDW menambah rasa alam semakin melekat di sana. Suara gesekan antara daun – daun kering dengan sepatu pengunjung menimbulkan suasana kampung yang identik dengan gemerisik dedaunan. Memang masih terasa ada yang kurang dengan nuansa pedesaan karena tidak ada suara gemericik air, namun hal itu dapat digantikan dengan suara jatuhnya air hujan yang mengiringi pada hari itu. Bau air dan udara yang dingin semakin melengkapi pameran tersebut. Adanya sepeda tua dan kandang ayam juga memunculkan kesan pedesaan.
Hal yang membuat saya merasa istimewa dalam pameran tersebut, saya boleh memberikan kesan dan pesan maupun tanda tangan dalam selembar kain putih yang dibentangkan di sisi pameran. Menurut saya, dengan adanya hal seperti itu, pengunjung merasa dihargai dan dihormati.
Ada satu hal lagi yang sangat menggelitik dan membuat saya tertawa dalam pameran tersebut. Hal itu adalah bau dupa yang menyebar dalam pameran tersebut. Ditambah lagi dengan adanya dekorasi dua buah kuburan yang berada di sisi pojok ruang pameran. Nuansa ngeri, mistik, dan lucu pun bergabung menjadi satu.
Pada malam terakhir yaitu pada tanggal 29 Oktober 2008 suasana pedesaan semakin lengkap dengan adanya gerobak angkringan. Bau gorengan dan wedang jahe membuat mulut ingin mencicipi makanan rakyat tersebut. Namun, ada nuansa yang sangat berbeda sekali dengan tema “ Kampoeng Tempoe Dulu “ pada malam itu. Dengan adanya Live Musik, suasana pameran menjadi semakin riang dan bersemangat. Pengunjung pameran menikmati lagu dan sesekali ikut bernyanyi.
Itulah perasaan dan pandangan saya meruang dalam “ Gelar Karya Mahasiswa Kampoeng Tempoe Dulu “ di Atrium UKDW.