Jumat, 19 Desember 2008

Nama: Adimas Kristiadi
Nim: 21081242
Jurusan Teknik Arsitektur UKDW/2008
Tugas Individu TAS Teori Arsitektur 1

Peran dan campur tangan saya dalam tugas Teori Arsitektur 1 tentang serial visions pada tanggal 28 November 2008.

Nama saya Adimas Kristiadi, saya adalah mahasiswa Teknik Arsitektur UKDW tingkat satu. Seperti biasanya, setiap hari Jumat pukul setengah sebelas, saya selalu mengikuti kegiatan perkuliahan yang dibawakan oleh Bu Imelda dan Pak Mahatmanta. Beliau adalah dosen mata kuliah Teori Arsitektur 1. Pada tanggal 21 November 2008, seluruh mahasiswa Teknik Arsitektur 2008 mendapat tugas TAS (Tes Akhir Semester) dari Bu Imelda dan Pak Mahatmanta untuk mencari dan menemukan serta merasakan serial visions beserta sequens-sequensnya dari kampung Kauman. Tugas tersebut harus dilakukan dengan berkelompok dan penyajiannya diharuskan dengan cara presentasi beserta satu gambar sketsa dari salah satu serial visions yang ada di kampung Kauman.
Kelompok kami terdiri dari 6 orang. Pada saat proses pemilihan kelompok, saya langsung berpikir harus bekerja sama dengan orang yang mempunyai komitmen tinggi. Mengapa saya berpikir demikian? Sebab, tugas yang diberikan oleh Bu Imelda dan Pak Mahatmanta adalah tugas TAS (Tes Akhir Semester). TAS sangat menentukan bagaimana hasil belajar saya di dunia perkuliahan selama satu semester ini.
Pertama-tama, saya memilih Yohanes Rieno sebagai anggota kelompok. Rieno saya pilih karena saya merasa sudah sepaham dan sehati dengan dia. Orang kedua yang saya pilih adalah Yusak Senja Utama. Senja sangat mengerti seni dan keindahan. Dia juga pandai dalam melukis. Itu alasan saya mengajak Senja menjadi satu kelompok dengan saya. Dedi Irawan juga saya ajak menjadi kelompok saya karena dia adalah seorang DWPH dan diskomver yang baik. Kemampuan memilih dan menangkap momen pada saat yang tepat serta mendesain sesuatu menjadi lebih baik sangat diperluhkan dalam pembuatan tugas TAS ini. Anggota kelompok sudah terbentuk empat orang, kurang dua anggota lagi dan saya belum menemukannya.
Setelah agak lama berpikir tentang apa yang harus disajikan, Yohanes Rieno mengatakan bahwa kita harus membuat gebrakan pada tugas ini. Maka, saya dan Rieno setuju untuk tidak hanya memuat foto-foto saja, namun kita juga harus membuat maket kampung Kauman. Saya pun sadar bahwa tindakan itu tidak sepele. Melihat kemampuan pemahaman tentang serial visions dan sequens serta perhitungan dan skala ada pada Christina Natalia dan Aldi Herdian, akhirnya saya mengajak mereka berdua untuk bergabung menjadi satu kelompok dengan saya. Akhirnya, kelompok kami terdiri dari enam orang, yaitu Yohanes Rieno, Yusak Senja Utama, Dedi Irawan, Christina Natalia, Aldi Herdian, dan saya sendiri Adimas Kristiadi yang menyatukan mereka semua menjadi 1 kelompok. Kami berenam setuju memberikan nama kelompok kami adalah Black Meke-Meke.
Hari pertama proses pembuatan tugas TAS Teori Arsitektur 1 kami lakukan pada hari Sabtu tanggal 22 November 2008. Kami berenam beserta kelompok lainnya pergi ke kampung Kauman pada pukul 10 pagi. Setibanya di sana, kelompok kami memutuskan untuk mengobservasi kampung Kauman hanya dari gang sebelah Utara hingga sampai taman yang ada di depan Masjid Gede saja. Namun, kelompok kami bingung dengan apa yang harus dilakukan untuk memulainya. Akhirnya saya langsung mengatur dan membagi tugas apa yang harus dilakukan pada masing-masing anggota. Karena kelompok kami membuat maket, maka saya membagi kelompok menjadi 2 tim. Tim yang pertama adalah tim yang bertugas membuat maket kampung Kauman, yaitu Yohanes Rieno, Aldi Herdian, dan saya Adimas Kristiadi. Sedangkan tim yang kedua bertugas mencari dan menemukan serta merasakan serial visions dan sequens pada kampung Kauman adalah Yusak Senja Utama, Christina Natalia, dan Dedi Irawan. Tiba-tiba saya teringat tentang tugas TAS yang diberikan Bu Imelda dan Pak Mahatmanta diharuskan ada satu sketsa serial visions dari kampung Kauman. Karena melihat talenta yang dimiliki oleh Yusak Senja Utama, saya pun mendapatkan ide cemerlang. Lalu, saya berunding dengan Senja bagaimana kalau kita tidak hanya membuat satu sketsa serial visions, melainkan semua serial visions kita sketsa. Senja pun menyetujuinya. Kelompok kami akhirnya setuju membuat 6 serial visions dan membuat 6 sketsa
Tim pertama, Rieno, Aldi, dan saya bertugas menghitung dan mengukur serta memetakan kampung Kauman sehingga mendapatkan data yang cukup untuk membuat maket. Kami bertiga menghitung lebar gapura dan panjang gang kampung Kauman dengan alat yang sangat sederhana sekali, yaitu meteran dan pensil. Kami bertiga cukup kesulitan menghitung karena panjang meteran hanya berjangkau 5 meter saja. Untuk mempercepat pekerjaan tersebut, kami membagi tugas. Aldi dan Rieno yang menghitung dan mengukur. Sedangkan saya mencatat dan menyeketsa ukuran secara kasar. Kegiatan tersebut cukup melelahkan kami bertiga.
Pada pukul 1 siang, udara sudah sangat panas. Semua aktivitas kami hentikan. Tim pertama sudah mendapatkan data panjang dan lebar jalan gang serta tinggi gapura kampung Kauman. Tim kedua pun juga sudah mendapatkan serta menemukan 6 serial visions dan sequens kampung Kauman. Namun, sketsa yang digambar Senja baru selesai 2 sketsa, dan itu juga baru sketsa kasaranya saja. Itulah hari pertama kelompok kami mengerjakan tugas TAS Teori Arsitektur 1.
Pada hari yang kedua pengerjaan tugas TAS Teori Arsitektur 1, yaitu hari Selasa tanggal 25 November 2008 pada pukul 11 pagi, kelompok kami datang mengunjungi kampung Kauman lagi. Kami ingin menyelesaikan tugas untuk memperoleh data-data ketinggian dan jenis bangunan pada kampung Kauman serta menyelesaikan sketsa yang digambar oleh Senja.
Seperti hari pertama, kelompok kami bekerja menjadi 2 tim. Aldi dan Rieno tetap mengukur serta menghitung jumlah rumah. Sedangkan saya tetap mencatat serta merekam bagaimana bentuk visual bangunan yang ada di kampung Kauman dengan bantuan Dedi dan kameranya. Tim kedua tetap menggali lagi lebih dalm tentang serial visions. Senja masih menyelesaikan sketsa ke 4 nya. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul setengah satu. Kelompok kami pun menyudahi observasi hari kedua.
Malam harinya, yaitu malam tanggal 25 November 2008. Kelompok kami mulai bekerja di gedung Agape pada pukul 6 sore sampai pukul 11 malam untuk membuat maket. Rieno bertugas menghitung secara skalatis dengan skala 1:500 dan saya yang memetakan sketsa maket diatas kertas HVS yang disambung-sambung sepanjang 2 meter. Bahan-bahan maket dibeli oleh Aldi dan Christina Natalia atau Lia.
Karena pada pukul 11 malam gedung Agape akan ditutup oleh penjaga malam kampus, maka pekerjaan membuat maket kami lanjutkan di rumah Christina Natalia. Di sana kami juga bekerja secara tim dan memiliki tugas masing-masing. Senja menyelesaikan dan memberi arsiran pada sketsanya. Reno memotong bahan-bahan maket. Saya membentuk dan memotong bahan sehingga menjadi suatu bentuk bangunan. Aldi menentukan bagaimana letak-letak bangunan pada maket. Sedangkan Lia dan Dedi yang melakukan proses penempelan atau perekatan bangunan. Kegiatan tersebut selesai pada pukul 3 pagi. Kelompok kamipun semuanya istirahat.
Keesokan harinya hari Rabu tanggal 26 November 2008, pada pukul 10 pagi, Senja dan Lia mengunjungi kampung Kauman lagi untuk menyelesaikan sketsa. Kegiatan anggota kelompok lainnya adalah kuliah.
Kelompok kami mulai bekerja lagi mulai pukul 8 malam di gedung Agape. Di sana pekerjaan kami kurang efektif karena adanya berbagai gangguan. Akhirnya pada pukul 11 malam saat gedung Agape akan ditutup, pekerjaan kami pindahkan di rumah Dedi Irawan. Di rumah Dedi, kelompok kami bekerja secara efektif. Senja mengarsir dan memperindah sketsanya yang berjumlah 6. Rieno masih bertugas memotong bahan-bahan maket. Saya masih bertugas membentuk dan memotong bahan-bahan sehingga menjadi suatu bentuk bangunan. Aldi masih menentukan bagaimana letak-letak bangunan pada maket. Dedi dan Lia juga masih bertugas melakukan proses penempelan atau perekatan bangunan maket. Hari itu selesai pukul 5 pagi. Pekerjaan maket kelompok kami sudah selesai 50%. Kelihatannya kelompok kami begitu bersemangat.
Kamis tanggal 27 November 2008, pada pukul 11 pagi, kelompok kami berkumpul dan mencari apa yang harus digunakan sebagai alas maket sepanjang hampir 2 meter tersebut. Akhirnya, Senja dan Saya mencari bahan-bahan bekas bangunan seperti papan kayu di sebelah timur kapel UKDW yaitu sebuah studio yang baru dibangun. Senja menemukan bahan-bahan bangunan bekas tersebut teronggok di pinggir tembok studio. Karena kelompok kami belum mengetahui apakah bahan-bahan bekas bangunan tersebut masih dipakai atau tidak, maka saya pun memberanikan bertanya kepada mandor di sana apakah bahan-bahan bekas bangunan tersebut boleh dipakai kelompok kami sebagai alas maket. Karena diperbolehkan mengambil salah satu bahan-bahan bekas bangunan tersebut, akhirnya saya membawa salah satu papan kayu sepanjang 2 meter ke rumah Dedi dengan motor.
Pukul 12 siang kelompok kami mulai bekerja di rumah Dedi untuk menyelesaikan maket kampung Kauman. Namun, pekerjaan harus dihentikan pada pukul 3 sore karena kelompok kami harus kuliah mengikuti SPA 1. Kelompok kami pun berangkat kuliah walaupun sudah telat.
Selesai kuliah SPA 1, kelompok kami mulai melanjutkan pekerjaan membuat maket pada pukul 6 sore di gedung Agape. Pekerjaan masing-masing anggota masih sama. Rieno memotong bahan-bahan untuk membuat maket sehingga lebih mudah disusun. Senja dan Saya menyusun dan membentuk bangunan dari bahan tersebut. Aldi menentukan letak bangunan pada maket. Lia dan Dedi masih setia merekatkan dan menempel bahan menjadi suatu bangunan maket yang indah.
Pekerjaan dilanjutkan malam hari pukul 11 malam di rumah Dedi Irawan. Pekerjaan saat berada di rumah Dedi lebih di fokuskan pada detail dan proses pembuatan alas maket yang didapatkan kelompok kami pada waktu pagi harinya. Di sini, masing-masing anggota melakukan peran yang berbeda. Yohanes Rieno dan Dedi Irawan memotong dan membuatkan serta menyiapkan detail-detail bangunan. Senja dan Christina Natalia menyiapkan alas maket sehingga dapat segera digunakan. Aldi dan Saya membuat pemetaan baru pada alas maket, sehingga semua bahan-bahan bangunan maket yang sudah jadi beserta detailnya dapat diletakan dan langsung ditempel pada alas maket. Pekerjaan itu diselesaikan dengan cepat dan penuh konsenterasi sebab pada keesokan harinya pukul setengah 11 yaitu hari Jumat 28 November 2008, presentasi TAS Teori Arsitektur 1 akan dilaksanakan.
Pada pukul setengah 3 pagi, akhirnya pekerjaan maket kampung Kauman kelompok kami sudah selesai 100%. Pemasangan detail maket seperti pohon, tumbuhan, tiang listrik, lampu dan pagar sudah diselesaikan dengan rapi. Semua bangunan maket pun sudah tertempel dengan rekat di alas maket. Semuanya lelah tetapi senang dan bangga. Namun yang menjadi pikiran kelompok kami adalah bagaimana cara membawa maket yang panjangnya 2 meter ke kampus UKDW.
Hari Jumat tanggal 28 November 2008, pada pukul setengah 10 pagi kelompok kami berkumpul untuk membahas bagaimana cara membawa maket sepanjang 2 meter tersebut ke kampus UKDW. Akhirnya setelah berunding dengan seluruh anggota kelompok, kelompok kami sepakat untuk membawa maket tersebut ke kampus dengan berjalan kaki. Memang lumayan jauh, dari LPP jalan solo hingga kampus UKDW.
Waktu menunjukan pukul setengah 11 pagi. Itu adalah waktunya presentasi TAS Teori Arsitektur 1 bagi mahasiswa Teknik Arsitektur 2008. Kelompok kami maju presentasi pada urutan kedua. Maket kita taruh ke depan dan kita gotong secara diagonal ke depan supaya teman-teman mahasiswa dapat melihat dengan lebih jelas. Semua anggota kelompok ikut menggotong maket kampung Kauman tersebut. Dedi berada didepan, disusul oleh Senja, Rieno, Saya, dan Aldi. Lia mempresentasikan dan menjelaskan serial visions dan sequens yang didapat oleh kelompok kami. Semuanya berjalan lancar.
Akhirnya, selesailah presentasi dari kelompok kami. Kelompok kami, yaitu kelompok Black Meke-Meke sangat senang, gemar, suka, dan bahagia.

Itulah peran dan campur tangan saya dalam tugas Teori Arsitektur 1 tentang serial visions pada tanggal 28 November 2008.


Adimas Kristiadi 21081242

Kamis, 20 November 2008

Meruang dalam GKM Kampoeng Tempoe Dulu

Teori Arsitektur 01
Group A,Tahun Ajaran 2008-2009
Jurusan Arsitektur / Fakultas Teknik / UKDW
Nama : Adimas Kristiadi
NIM : 21081242



Perasaan dan pandangan meruang saya pada saat GKM ( Gelar Karya Mahasiswa ) di Atrium UKDW yang diadakan oleh panitia gabungan anak fakultas Arsitek tanggal 27 sampai 29 Oktober 2008 dengan tema “Gelar Karya Mahasiswa Kampoeng Tempoe Dulu” sebagai peringatan Dies Natalis ke 46, menurut saya keseluruhannya sangat menarik. Dengan tema seperti diatas, dekorasi dan properti yang disajikan dalam Gelar Karya Mahasiswa sangat sesuai dan cocok. Mulai dari dekorasi bagian depan atau muka hingga bagian dalam dekorasi, semuanya menyuguhkan nuansa kampung tempo dulu.
Pada bagian depan atau muka yang merupakan bagian yang paling pertama ditemui dan dirasakan oleh pengunjung GKM, sangat menunjukkan sekali suasana pedesaan. Itu dikarenakan adanya suatu nuansa yang kental sekali alam, yaitu pohon. Dalam benak saya yang muncul pertama kali saat melihat dekorasi tersebut adalah kata “ WAH ”. Mengapa “wah”..?? Itu dikarenakan saya kagum dan terkesan sekali akan usaha panitia sehingga menyuguhkan sesuatu yang sangat menarik perhatian di tempat itu.
Tidak hanya bagian depan atau muka saja, desain pagar bambu yang rapi juga mengiringi kita saat kita masuk ruang pameran. Perasaan ingin tahu pun menjadi muncul dan hatipun menjadi bertanya – tanya apa yang akan ditemui selanjutnya dalam pameran tersebut.
Hal yang paling menggugah perasaan saya saat masuk ke dalam pameran adalah adanya 3 buah gubuk yang terbuat dari bambu. Dengan dekorasi yang seperti itu, kampung tempo dulu terasa benar – benar pindah dan benar – benar ada di Atrium UKDW. Lebih kagumnya lagi, ternyata gubuk bambu yang mempunyai ukuran paling besar diantara gubuk lainnya merupakan tempat berkumpul teman – teman dan dapat digunakan sebagaimana mestinya gubuk dibuat. Saya pun ikut berkumpul dan ikut bercanda ria di gubuk tersebut. Rasa penat dan lelah yang ada dalam pikiran pun untuk sementara digantikan dengan rasa damainya pedesaan.
Rumput – rumput dan daun – daun bambu kering yang tersebar di lantai Atrium UKDW menambah rasa alam semakin melekat di sana. Suara gesekan antara daun – daun kering dengan sepatu pengunjung menimbulkan suasana kampung yang identik dengan gemerisik dedaunan. Memang masih terasa ada yang kurang dengan nuansa pedesaan karena tidak ada suara gemericik air, namun hal itu dapat digantikan dengan suara jatuhnya air hujan yang mengiringi pada hari itu. Bau air dan udara yang dingin semakin melengkapi pameran tersebut. Adanya sepeda tua dan kandang ayam juga memunculkan kesan pedesaan.
Hal yang membuat saya merasa istimewa dalam pameran tersebut, saya boleh memberikan kesan dan pesan maupun tanda tangan dalam selembar kain putih yang dibentangkan di sisi pameran. Menurut saya, dengan adanya hal seperti itu, pengunjung merasa dihargai dan dihormati.
Ada satu hal lagi yang sangat menggelitik dan membuat saya tertawa dalam pameran tersebut. Hal itu adalah bau dupa yang menyebar dalam pameran tersebut. Ditambah lagi dengan adanya dekorasi dua buah kuburan yang berada di sisi pojok ruang pameran. Nuansa ngeri, mistik, dan lucu pun bergabung menjadi satu.
Pada malam terakhir yaitu pada tanggal 29 Oktober 2008 suasana pedesaan semakin lengkap dengan adanya gerobak angkringan. Bau gorengan dan wedang jahe membuat mulut ingin mencicipi makanan rakyat tersebut. Namun, ada nuansa yang sangat berbeda sekali dengan tema “ Kampoeng Tempoe Dulu “ pada malam itu. Dengan adanya Live Musik, suasana pameran menjadi semakin riang dan bersemangat. Pengunjung pameran menikmati lagu dan sesekali ikut bernyanyi.
Itulah perasaan dan pandangan saya meruang dalam “ Gelar Karya Mahasiswa Kampoeng Tempoe Dulu “ di Atrium UKDW.

Senin, 27 Oktober 2008

Tugas TTS Teori Arsitektur 1

TTS-Teori Arsitektur 01
Group A,Tahun Ajaran 2008-2009
Jurusan Arsitektur / Fakultas Teknik / UKDW
Nama : Adimas Kristiadi
NIM : 21081242

1. Berbagai tipe ruang yang ada dalam kampus Universitas Kristen Duta Wacana :
· Tipe Linier

Tipe Linier adalah tipe ruang dengan muka berada di depan dan punggung berada di belakang. Tipe ini mempunyai sisi kanan dan kiri yang tidak terbatas. Tipe linier, dalam kampus UKDW dapat ditemui dalam ruangan kantin kampus maupun di lorong – lorong kelas. Adanya tipe linier dalam kantin dibuktikan dengan adanya lemari dagangan penjual. Di sana terlihat bahwa bagian belakang si penjual adalah punggung dan apa yang dilihat oleh penjual adalah muka. Sedangkan pada lorong kelas, bagian belakang kedua orang yang sedang duduk di pinggir lorong ini adalah punggung dan bagian depan atau apa yang dilihat didepan oleh kedua orang ini adalah muka.


· Tipe Radial
Tipe radial adalah tipe ruang yang memiliki satu buah pungung dan tiga buah muka. Punggung berada di belakang dan muka berada di sisi samping kanan kiri serta depan. Tipe radial, dalam kampus UKDW dapat ditemui di ruangan meja perpustakan. Di sana terdapat sebuah meja yang berbentuk U. Dengan meja yang berbentuk seperti itu maka, bagian belakang orang yang duduk di depan meja tersebut adalah punggung dan bagian depan orang yang duduk di depan meja tersebut merupakan muka.






· Interfikasi Ruang
Interfikasi ruangan adalah ruang dengan muka berada di bagian luar dan punggung berada di bagian dalamnya. Contoh ruangan yang bertipe seperti ini di UKDW adalah ruang kontrol di atap gedung Agape.
muka
Ruang control yang ada di tengah-tengah atap gedung Agape mempunyai punggung di tepi-tepinya, sedangkan bagian muka adalah pemandangan luar sekitar yang mengelilingi atap gedung.





· Tipe Sentral
Tipe sentral adalah tipe ruang dengan punggung berada dibagian luarnya dan muka berada di bagian dalamnya. Atrium pada gedung Diktatos adalah salah satu contohnya. Bagian tengah atrium adalah muka dan sisi – sisi atrium adalah punggungnya. Jika ada seseorang berdiri tepat ditengah – tengah atrium, maka dia akan menjadi tontonan orang – orang yang berada di pinggir atrium. Orang yang berdiri ditengah atrium tersebut akan menjadi muka bagi orang – orang yang menyaksikannya di sisi atrium. Dan bagian belakang orang – orang yang menonton adalah punggung.






2. Cara menghentikan aliran ruang tipe 1 yaitu tipe linier :

Kita dapat menghentikan aliran ruang tipe linier salah satunya dengan cara memberi ruangan lagi. Contoh yang saya ambil adalah memberi ruangan yang lebih lebar seperti lobi. Dengan adanya ruangan tambahan tersebut, arus aliran ruang tipe 1 yang merupakan lorong akan berhenti, karena ruang yang semakin luas tersebut membelokan aktivitas dari ujung lorong.
Jika kita berjalan dari ujung lorong menuju ke ruangan yang lebih luas yaitu lobi, aktivitas kita yang semula dipaksa harus berjalan lurus akhirnya akan berubah saat kita memasuki lobi. Kita bisa berjalan kesana kemari dengan lebih bebas.

meruang

Adimas Kristiadi
NIM: 21081242

Pengalaman meruang saya di Pasar Tiban Kauman Yogyakarta:




Saat pertama saya tiba di depan gapura Kauman Yogyakarta, suasana meruang di sana terasa lapang tapi ada kesan terkukung oleh bangunan. Gang kecil yang menyerupai lorong terasa sepi namun bersih. Rumah – rumah tinggi yang berjejer di pinggir jalan selebar kurang lebih 2 meter membuat suasana rumit namun teratur rapih.
Lampu penerangan gang Kauman membuat suasana menjadi semakin sempit.














Namun saat saya berjalan mendekati Masjid Kauman yang berada di dalam gang tersebut, suasana menjadi berbeda dan jalan menjadi jauh lebih lapang. Jalan menjadi lebih lebar dan semakin lebar ketika berada di depan masjid. Mungkin itu dikarenakan jalan tersebut dipergunakan sebagai tempat berkumpul masayarakat.


Suasana berbeda juga ditemui saat saya masuk ke dalam Pasar Tiban. Jalan selebar kurang lebih 2 meter ini dipenuhi dengan berbagai dagangan makanan dan pembeli yang juga sibuk memilih berbagai jenis dagangan makanan tersebut. Ruangan yang semula terasa sempit menjadi terasa semakin sumpek. Lalu – lalang orang – orang disana membuat suasana menjadi rumit dan penuh sesak. Ditambah lagi adanya tenda yang dibuat sebagai peneduh membuat suasana menjadi seperti terperangkap.

Saat berada di penghujung gang Pasar Tiban, ruangan menjadi sedikit lebih lapang, mungkin dikarenakan supaya akses jalan masuk dan keluar menjadi lebih mudah. Namun, karena adanya ruangan lapang tersebut, ruangan itu dipergunakan oleh segerombolan pengemis. Pengemis tersebut berbaris rapi di salah satu sisi jalan. Itu membuat suasana menjadi sedikit lebih sesak.

Di mulut gang Pasar Tiban, terdapat banyak ruang lapang. Ada tempat duduk permanen yang terbuat dari semen di sisi kanan – kiri gapura. Tempat tersebut sangat nyaman untuk melepas lelah setelah berjalan – jalan mengelilingi kauman.

Itulah pengalaman meruang saya di Pasar Tiban Kauman Yogyakarta.